Buscar

Páginas

Tumbuh dan Kembangkan Diri dengan Hati

 


Ngeliat temen yang dulunya biasa aja, terus sekarang jadi keren bgt tuh kadang suka bikin insekyur sendiri. Terus jadi mikir, koq bisa ya dia berproses sejauh itu?

Kita seringkali melihat orang lain begitu potensial, dan lupa menyadari bahwa setiap kita punya bekal yang spesial.

Kita juga bisa koq jadi manusia-manusia ‘unstoppable’ kalau kita paham potensi diri dan apa value kita. Itulah yang bisa kita jadikan pondasi untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan diri (self development).

Nah kali ini, ada senior aku di FIM yang akan sharing seputar Self Development. Namanya Edhu Enriadis Adilingga, praktisi Learning and Development. Btw, dipanggilnya kang Edhu biar nengok. Kalau dipanggil mas/kak/bang suka protes soalnya.

 

Value Hidup

First of all, kang Edhu ini sadar banget sama value hidupnya. Yaitu: Kepemimpinan, Kontribusi, dan Cinta. Dan menurutnya, kegiatan yang bisa mengakomodir ketiga hal di atas atau sebagian besarnya, adalah dari pengkaderan. *Wuiiih.. jadi keinget pas maba nih. Untung kang Edhu kuliahnya di Unpad, bukan ITS. Eh.

“Sejak SMP aku seneng ngurusin hal-hal berbau pengkaderan. Kalau lagi liburan pasti tetep ke sekolah buat ngurusin siswa baru. Pas SMP jadi Wakil Ketua OSIS, pas SMA jadi Ketua OSIS,” kenang pria asal Bandung ini.

Kalian bisa googling untuk cari tahu apa value hidup kalian. Ada list beberapa value hidup, kalian bisa pilih 10 dari semua list yang menurut kalian tidak bisa lepas dari hidup kalian, lalu dari 10 itu pilih 5, dari 5 tadi pilih 3.

Kalau valueku sendiri: Keluarga, Kreativitas, dan Petualangan. Tapi gak ada yang nanya ya? Oke, skip.

Tapi hasil tes itu masih bisa berubah ya.. Bisa aja suatu saat kalian tes lagi, value kalian udah beda.

 

Meskipun pas sekolah hampir gak punya waktu libur, kang Edhu menikmati banget kegiatannya yang super sibuk itu. Dan itu berlanjut sampek kuliah hingga sekarang. “Aku belajar dari kang Harri pentingnya kenal sama value diri. Karena fungsinya itu kayak bensin atau charger. Jauh dari value justru yang bikin capek dan hati gak tenang,” ujar alumnus Biologi Unpad ini.

Sesuai apa kata pepatah, kalau kamu capek tapi kamu seneng, berarti kamu berada di jalur perjuangan yang tepat.

 

Btw yang belum tau kang Harri, beliau itu salah satu trainer terbaik nasional dan cukup terkenal. Aku tau beliau pas ngisi materi Pelatnas FIM, dan emang vibesnya beda sama motivator lain. Bagus bgt pembawaan materinya.

 

Punya Mentor

Buat kalian yang newbie, bisa banget belajar tentang pengembangan diri mulai dari youtube dulu. Tapi kata kang Edhu, punya mentor akan lebih baik.

 “Mentor itu gak harus nyari mentor terbaik. Misal mau bisnis, pengen dimentorin sama Sandiaga Uno. Nah itu jangan dulu,” terang kang Edhu. Jadi, untuk langkah awal pahami dulu kita mau belajar apa, lalu cari seseorang yang punya pengalaman lebih dari kita.

“Gak harus yang jago banget, cari aja yang kita bisa belajar dari dia. Insya’Allah nanti bakal muara ke orang-orang keren lainnya. Kayak aku bisa kenal kang Harri karena diajakin proyekan dari temen. Jangan muluk-muluk nyari mentor mah pokoknya. Niatin buat belajar, insya’Allah akan saling menemukan,” tutur ketua angkatan FIM 18 tersebut.

 

Langkah selanjutnya adalah memperluas networking, dengan mengikuti komunitas, dan sejenisnya. “Tapi itu kan buat orang ekstrovert kayak aku ya.. Kalau yang introvert sih bisa mulai dari forum-forum internet aja. Banyak kan ya sekarang. Atau ikut kelas pengembangan diri, nanti pasti masuk circle sana,” jelas kang Edhu.

 

Pentingnya Self Development

“Kalau buat aku pribadi, self development itu legacy. Kalau arti secara umum banyak ya. Tapi bagiku, karya besar dalam hidup ya pengembangan diri. Bahkan sampek bisa mengembangkan semua orang di negara, biar banyak yang doain. Hehe,” ujarnya.

 

Kang Edhu juga cerita tentang pengalamannya sewaktu pemilihan ketua OSIS di SMA. Ternyata dia pernah hopeless karena merasa banyak yang lebih baik dari dirinya. “Eh ternyata temen-temen lebih percaya diriku. Hehe. Dari situ jadi sadar bahwa menumbuhkan orang lain itu menyenangkan. Karena yang kita dapat itu cinta dari banyak orang kalau beneran tulus,” kenangnya.

Tapi sih kalau kata aku, ketika seseorang itu punya banyak teman yang supportif, biasanya orang itu sendiri juga supportif ke temen-temennya. Makanya jadi hubungan timbal balik. Dan selama aku kenal kang Edhu juga orangnya supportif sih, jadi wajar aja kalo selalu disupport temen-temennya. Heu

Di jalur pengembangan diri inilah kang Edhu berharap bisa jadi salah satu ikhtiar pribadi untuk membangun bangsa dan umat. Yuk, kita aamiin-kan bersama.

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)

Teman Halal untuk Masa Depan

 


Apa hal pertama yang muncul di pikiran kalian ketika denger kata “Teman Halal”?

Partner hidup? Biro Jodoh? Wedding Organizer? Kelas Pranikah? Kalo iya, berarti kita satu server.

Padahal mah Teman Halal (TH) di sini media informasi yang bener-bener membahas tentang halal-haram mulai dari makanan, kosmetik, dan segala sesuatu yang berkaitan tentang hidup. Ternyata tuh yang haram gak sebatas makan daging anjing atau babi. Bisa jadi makanan umum juga ada keharaman karena prosesnya. Aiissshhh…


Berawal dari keisengan bikin project buat seru-seruan, eh malah lanjut beneran sampek bisa sebesar sekarang.

Yuk, kita simak perjalanan awal Teman Halal ini sambil kenalan sama CEO-nya: Fitri Nurafifah yang masya’Allah bangeetttt..

 

Awal Mula..

Teman Halal bermula ketika Fitri mendapat amanah dari Halal Center Salman ITB yang pada saat itu ada agenda Olimpiade Halal bekerjasama dengan LPOM MUI. Karena segmentasinya untuk anak SMA, maka yang diamanahi adalah Karisma ITB, di mana ia ada dalam organisasi tersebut. “Karena Karisma ITB ranahnya anak-anak remaja rentang SMP-SMA,” tutur Fitri.

Ketum Karisma ITB saat itu adalah kang Isal. Sementara pada saat ada amanah tersebut, kepengurusan belum terbentuk. “Akhirnya dipilihlah yang udah deket gitu, geng anak-anak Kimia UPI yang ikut Karisma ITB. Ketuanya ada kang maulana Fikri, yang lainnya kita cewek-cewek anak UPI,” jelas alumnus UPI tersebut.

Saat itu, Fitri sendiri mengaku clueless tentang Olimpiade Halal. “Apaan olimpiade halal? Olimpiade tentang nikah-nikah gitu? Terus targetnya anak-anak SMA? Apakah anak-anak SMA udah dipropagandain buat nikah? Jadi bener2 awam bgt gatau sama yg namanya ‘halal’ tuh gimana,” ujarnya.

Berangkat dari situ, Fitri dan keempat temannya: kang Mafik, Anisa, Natia, dan Feni bertugas di bidang sekretariatan, membuat undangan ke sekolah-sekolah, hingga berkenalan dengan panitia lain di Halal Center Salman ITB. “Semua tuh senior, yang mahasiswa cuma kita berlima. Di sana banyak pakar halal dan baru tau ternyata Halal tuh kayak gitu,” kenangnya.

Ia mengingat informasi tentang titik kritis. Saat memasuki Halal Center Salman ITB, ia melihat ada bagan babi. Yang membuatnya kaget, seluruh bagian babi ternyata bisa dimanfaatkan, alias zerowaste karena berkualitas dan murah.

Di bagan itu tercantum berbagai produk yang lazim ditemui. Seperti keju, marshmellow, gelatin, jelly, yang mana nyaris tak terlihat letak ‘babi’nya. “Dan ternyata kecanggihan teknologi itu berbanding lurus dengan kerumitan proses halal. Karena kan semakin ribet ya prosesnya,” terang perempuan kelahiran 1996 tersebut.

Dan setelah amanah di olimpiade tersebut usai, Fitri dan teman-temannya mulai memikirkan, “Kita bisa bikin projek bareng nih, apa ya?”. Singkat cerita, mereka mulai menginisiasi sesuatu yang berkaitan dengan halal juga, tentu saja untuk men-deliver value yang mereka dapat ketika Olimpiade Halal. “Akhirnya, di September 2017 tercetus nama Teman Halal dan kita langsung bikin sosmednya. Awalnya waktu itu di Line sih,” kenang Fitri.

 

Suka Duka Teman Halal

Fitri mengaku lebih banyak speechless karena tidak membayangkan akan sampai di titik ini. Dulu, kata Fitri, awal memulai masih ngehalu banget. “Kayak ngehalu nanti pengen bikin ini ya, bikin itu, bisa kenal seluruh Indonesia, atau bisa kenal ini, bisa kenal itu. Bener-bener halu aja nyebutin. Gatau kalau akan terwujud dan bakal jadi fokus setelah kuliah,” ujarnya.

Karena menurutnya, prioritas ketika kuliah masih untuk senang-senang, belum tentu projectnya bisa longlasting. Seiring berjalannya waktu dan dengan pertolongan Allah, Allah menunjukkan banyak hal. Yang paling ia suka dari TH ini adalah menjadi jalannya menemukan makna dari kehidupan, salah satunya nilai-nilai tauhid. “Belajar tauhid kayak aquarium kotor, sebagus apapun ikannya, kalo aquariumnya kotor kita ga bisa liat. Harus dibersihkan dulu, digosok, baru diisi ikan, dihias, dll,” tutur Fitri.

Poin kunci kehidupan itu, lanjutnya, kalau kita dekat dengan Allah, bergantung ke Allah, kita sesuai fitrahnya, sebenarnya kehidupan tuh gak sulit. Kalau kita mau belajar, mau berusaha, dan terus minta tolong ke Allah, insya’Allah akan Allah tunjukkan terus jalan-Nya. Seperti di Quran surat al Ankabut ayat 69.

Baginya, tidak perlu terlalu memikirkan skala harus ini-itu. Tapi lebih banyak memaknai proses dan hikmah apa yang kita dapat di sepanjang perjalanan kita. Lebih banyak refleksi agar kita bisa maksimal di setiap project kebaikan selanjutnya.

 

Yang Membuat Teman Halal Berbeda dari Media Halal Lain

Adalah bagaimana TH menyampaikan konten dan brandingnya. Sebagian besar konten dari media halal lain menggunakan bahasa terlalu formal dan segmentasinya untuk ibu-ibu dan bapak-bapak, serta pembahasannya juga per kasus. “Misal titik kritis bakso, titik kritis kue kering, dll. Jadi biasanya kurang komperehnsif,” terang Fitri.

Sementara TH, menggali dulu akar permasalahan terkait halalnya: Why. Berawal dari keresahan, contoh dari anak muda, banyak yang menganggap ‘halal’ sebagai kata yang bikin baper. “Kayaknya kalo bahas tentang halal itu ke pernikahan deh. Sedikit bgt yang mikirnya tentang makanan. Makanya TH banyak yg awalnya ngira biro jodoh,” ujar Fitri. Namun justru itulah yang menarik anak muda untuk mencari tahu lebih dalam.

Lalu dari warna dan palet. Jika diperhatikan, media halal lain sebagian besar menggunakan warna hijau. Sementara TH berani tampil beda dengan warna maroon dan kuning. Alasannya, maroon menunjukkan keberanian. “Anak muda tuh harus berani bergerak untuk bisa menyuarakan dan merangkul untuk membangun Indonesia sebagai raksasa yang sedang tertidur. Kenapa gak merah cabe? Biar kita lebih elegan. Meskipun kita berani, kita beraninya secara elegan. Jangan terlalu barbar. Tetap perhatikan kaidah-kaidahnya,” paparnya.

Selain itu juga warna kuning, melambangkan bahwa keberaniaan harus dibalut dengan keceriaan. Dan ditambah dengan karakter aa’ dan teteh. Karena dulu masih jarang ada yang menggunakan karakter untuk branding.

Konsep TH yang ingin komprehensif, membahas suatu permasalahan per sektor dari awal sampai akhir. Misal konten terakhir tentang kosmetik, TH akan mulai dari kenapa harus pakai kosmetik halal, lalu apa yang dimaksud dengan kosmetik, sampek ditutup dengan brand-brand kosmetik. “Kalo itu udah selesai, kita biasanya ada check point dulu, nanti ditutup dengan halal challenge. Halal challenge ini untuk screening apakah konten kita bisa dipahami oleh audience,” jelas Fitri.


Dan tentunya yang paling ingin diangkat adalah ketauhidan dan keimanan itu sendiri. Karena sekarang sudah banyak yang mulai membahas halal. Meski ikut senang, Fitri mengaku banyak juga yang membahas halal itu hanya dari sisi bisnis saja. Bukan dari konsep tauhid yang sebenarnya, bagaimana halal-haram ini. “Tidak dari whynya tapi langsung dari what dan hownya. Bagaimana halal ini bisa jadi peluang yang sangat menarik dan prestige,” sesalnya.

Itulah sebabnya TH saat ini rutin mengadakan kajian online setiap jumat malam. “Makanya kontennya bukan hanya halal secara langsung. Tapi juga membawa nilai-nilai dari value Islam yang bisa kita terapkan langsung ke kehidupan sehari-hari yang sangat berkaitan dengan halal lifestyle,” pungkas Fitri.

 

Seru ya bahas halal-haram. Kenapa ada shampoo halal, gamis halal, dan produk halal lainnya, kelihatan sepele. Tapi ternyata memang banyak yang hanya membahas dari sisi bisnis karena segmentasinya penduduk Muslim. Memang baiknya dari kesadaran diri sendiri sih tentang pentingnya menggunakan produk halal, dan kenapa harus.

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)

Biar Hidup Gak Gitu-gitu Aja

 




Pernah bingung gak kalo ditanyain passion kamu apa? Pernah insecure sama potensi dan pencapaian orang lain? Pernah mikir kenapa hidup kita koq gini-gini aja?

“Aduh, aku aja gak tau hobiku apa.”

“Skillku apa ya kira-kira?”

“Cita-citaku pengen jadi Rafathar sih.”

“Aku sukanya rebahan doang.. itu termasuk passion gak?”

Yhaaa…


Pernyataan “Kalo orang lain bisa, kenapa harus saya” itu ternyata ada benernya loh gais. Gak semua orang punya bakat dan kapasitas yang sama terhadap sesuatu. Kalo kamu masih bingung potensimu ada di mana, jalan mana yang akan kamu ambil, sepertinya kamu perlu Talents Mapping gais.


Sabi nih kenalan dulu sama temen aku yang praktisi Talents Mapping sekaligus co-founder TMCareer: Faisyal M. Syahri Alwi a.k.a kang Isal. Gimana ceritanya kang Isal yang lulusan Ilmu Komunikasi bisa terjun ke dunia per- temubakat-an duniawi.

 

Pernah Insecure

Bermula sejak awal masuk kuliah di tahun 2013, kang Isal mengaku sudah terjerembab dalam isu insecure. “Mungkin dulu istilah ‘insecure’ tidak sefamiliar sekarang, namun jika diartikan kondisinya, kurang lebih ya sama,” kenangnya.

Perasaan tersebut muncul lantaran kang Isal merasa tidak memiliki potensi, tidak berguna, dan merasa hidup kurang bermakna. Hanya menjalankan aktivitas rutin tanpa diiringi pemaknaan yang dalam dan mengalir begitu saja. “Karena saat masuk kampus, aku melihat gemerlapnya potensi-potensi yang aku anggap hebat dulu, dan aku jauh dari standar tersebut. Akhirnya membuat aku menjadi mahasiswa yang kupu-kupu saja, kuliah pulang-kuliah pulang,” tutur alumnus Universitas Pasundan tersebut.

Dan ternyata, banyak teman-teman kang Isal yang juga relate dengan kondisi tersebut. Saat masuk ke tempat baru, adaptasi baru, tidak semua orang mampu bertahan dan menjadi diri sendiri. Semuanya mendapatkan ujian yang sama, namun lulus dari ujian tersebut dengan nilai yang berbeda-beda. Termasuk kang Isal salah satu yang paling rendah nilainya.

Dari situ, mulailah muncul isu lainnya. Mulai dari merasa salah jurusan, tidak mau lanjut kuliah, hingga di satu titik ada sebuah perenungan, apa permasalahannya? “Bahkan untuk bahagia pun nampaknya sulit, apakah belum mampu mendefinisikan cara bahagia masing-masing dan masih terlilit permasalahan yang seakan tiada akhirnya?” kata kang Isal.

 

Awal Mula..

Alih-alih aktif di kampus, kang Isal lebih memilih menghabiskan waktu di masjid salman ITB waktu itu. “Kenapa Salman? Ternyata dalam proses aktivitasnya, Salman lebih membuat nyaman dan bahagia, membuat hidup lebih berarti dan berenergi, menikmati setiap aktifitasnya sampai lupa waktu. Rasanya Salman menjadi obat untuk insecure saat kambuh di lingkungan kampus,” tutur pria kelahiran 15 Januari 1994 tersebut.

Hingga pada tahun 2016, lanjut kang Isal, qadarullah dipertemukan dengan Talents Mapping yang menjadi salah satu fasilitas untuk setiap pengurus di unit salman ITB.

Talents Mapping, sebuah assessment untuk mengenal dan memetakan bakat setiap orang. “Semenjak sering bantu temen-temen psikologi jadi objek penelitian mereka, walaupun sudah tidak asing dengan assessement seperti ini, namun agak kurang senang dengan konsep memeta-metakan manusia dengan beberapa aspek saja,” jelas alumnus Gontor tersebut.

Namun kali ini berbeda. Talents Mapping dengan penjelasan yang sederhana, bisa membuat kang Isal lebih mengerti banyak hal tentang diri sendiri. Salah satunya dapat menjelaskan permasalahan insecure yang selama ini dirasakan. Yaitu karena banyak bakat yang tidak terpenuhi di kampus yang akhirnya membuat tidak nyaman.

 

Menjadi Praktisi

“Sejatinya bakat itu kebutuhan, seperti halnya pipa yang sangat besar, dan terus mengeluarkan air dalam volume yang besar. Ketika pipa tersebut tersumbat, tidak dapat mengalirkan air, sedangkan arus air tersebut sangat deras, apa yang akan terjadi? Dia akan meledak, pipa tersebut akan hancur karena derasnya arus air. Begitu juga bakat, perlu disalurkan, agar tidak stress dan menjadi salah satu cara bahagia. Yaitu dengan menjalankan aktivitas sesuai dengan bakatnya. Carilah aktifitas yang easy, enjoy, excellent, dan earn,” – M Faisyal Syahri Alwi, 2021

Dari nikmat sadar bakat tersebut, ketua umum Karisma ITB periode36 tersebut memiliki tekad untuk dapat membantu setiap orang yang memiliki permasalahan yang sama, agar setiap orang memiliki jalan yang tepat untuk setiap bakat yang hebat. Karena baginya, kebahagiaan adalah ketenangan, dan menjadi salah satu nikmat Allah yang terbaik, yang diturunkan ke bumi untuk manusia.

 

 

Ah, mantab.. Dulu insekyur, sekarang bersukyur.

Sekarang, kulihat-lihat rasanya kang Isal jadi multifungsi talent ya bun.. Selain praktisi talents mapping, ngejabat juga jadi COO Teman Halal, mendirikan sekolah online persiapan Ramadhan sekaligus jadi Kepsek Ahlan School, bisi juga jadi kang bukain gerbang, jadi guru bahasa Arab sabi, kang dagang kurma, ngelapak bioskop online, usaha kuliner ada, jadi pembicara sering, apa deh yang gak bisa?

Segala lapak dikuasain kayaknya. Monmaap nih, kang Isal ada hubungan gelap apa dengan pak Luhut? Mau lah berguru juga biar bisa multi-multi kayak gitu..

 

Ada pesan nih dari kang Isal:

Jika kau memiliki rasa ketidaknyamanan yang sama, barangkali aku bisa membantumu.

Selamat merayakan proses pencarian bakatmu. Karena bakat itu ditemukan, bukan diciptakan.

 

 

*Yang mau tes Talent Mapping ke kang Isal, sabi lewat aku gais, biar aku dapet komisi.. wkw

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)


Kontribusi dari Hati

 


Ketika ditanya alasan melakukan sesuatu, pernahkah kamu hampir tak punya jawaban apapun selain yaa.. karena seneng aja. Mungkin sering. Tapi kalau suatu yang kita lakukan itu baik dan butuh effort, kayaknya jarang.

Iya, jarang aku menemui orang yang berkontribusi tanpa ada motivasi pasti, selain hanya karena “bahagia” melakukannya. Salah satunya Ahmad Shofwan Muis, orang yang beberapa tahun yang lalu pernah bikin gerakan sosial yang unik dan cukup viral: #BotakinShofwan


“ Aku suka orang lain senyum. Apapun itu. Tapi cara paling gampang melihat orang senyum, dengan kegiatan sosial. Mendongeng, #BotakinShofwan, jadi relawan bencana, bahkan jadi trainer outbound,” tutur pria asal Makassar tersebut.

 

Tentang #BotakinShofwan

Senyum itu menular. Pun kebaikan. Satu niatan baik, lanjut Shofwan, selalu menjadi gayung bersambut dan melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya. “Kayak di #BotakinShofwan, targetnya itu cuma sejuta, dari teman-teman dekat aja. Eh tahunya belum seminggu udah 5 juta. Bukan aku yang sebarin juga jarkomannya,” kenangnya. Bahkan dalam waktu tak kurang dari satu bulan, gerakan #BotakinShofwan berhasil mengumpulkan donasi mencapai 25 juta rupiah.

 

Gerakan itu bermula ketika Shofwan yang masih gondrong. Ia beberapa kali ke Maya Ananta, (sebuah ruang bermain khusus anak-anak penyintas kanker di RS Moewardi Solo, red) untuk sekadar bermain atau mendongeng. Saat itu ia sedang menempuh semester akhir, dan ada regulasi yang melarang sidang skripsi dengan penampilan gondrong. “Yaudah aku bilang mau botak deh. Eh tapi kok botakku masa sekadar botak sih? Yaudah aku hubungkan lah benang merah botakku dengan adik-adik di Maya Ananta. Bahwa botakku untuk memberi dukungan moril bagi mereka,” terang alumnus Psikologi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) tersebut.

Bahkan, lanjutnya, ada anak fakultas lain yang keliling ke kelas-kelas untuk menjelaskan tentang #BotakinShofwan. “Aku lagi ikut acara sebagai peserta, ada peserta lain yang aware dengan aku. Malah diajakin foto. Kirain aku salah denger. Kirain dia mau ngajak foto pembicara yang lagi berdiri di deketku. Terus dia ikutan botak juga. Akhirnya ada 13 orang yang botak. Dan gak cuma di Solo. Ada botak dari jauh juga. Dan aku baru tahu beberapa bulan dan dua tahun setelahnya,” tutur pria berkacamata tersebut.

 

Waaah… Luar biasa ya efek domino dari gerakan sederhana ini. Padahal awalnya cuma buat persyaratan sidang skripsi, malah bisa buat ngumpulin donasi.

 

Awal Mula...

“Aku suka kegiatan sosial sejak SMP sih. Tapi kalau terjun bikin sendiri itu ya pas kuliah,” ujarnya.

Selain #BotakinShofwan, pria yang berprofesi sebagai pengusaha ini juga mendirikan Buku Anak Indonesia bersama tiga teman KKN-nya yang lain. Sebuah platform sosial untuk mengirim buku bacaan anak ke daerah-daerah terpencil di Indonesia.

Shofwan memang memiliki concern tersendiri terkait pendidikan. Ia juga pernah membuat kegiatan #TamanBacaKorago untuk anak-anak di Morotai Utara, Maluku Utara. Kegiatan ini ia gagas bersama teman-teman di Rhenald Kasali (RK) Mentee.

 

Tak cukup sampai di situ, alumni FIM 21 tersebut juga pernah membentuk komunitas Young on Top (YoT) regional Solo sekaligus menjadi ketua pertama di sana. Wahhh, bener-bener babat alas yaa..

 

Gimana gais? Udah bikin orang lain senyum dari kebaikan kita hari ini?

 

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)

Reliable, Bentuk Militansi dalam Organisasi

Kalian punya gak sih teman yang sangat bisa diandalkan, bahkan tanpa diminta? Kita kadang suka overwhelmed sama banyak kegiatan, sampai gak sempat untuk buka grup-grup WA dan akhirnya missed informasi. Adalah sebuah anugerah tersendiri ketika kita punya teman yang bersedia nge-forward segala jenis jarkoman via japri ke teman-temannya, dan selalu ngingetin kayak “Jangan lupa ntar malem ada rapat,” “Jangan lupa isi form,” atau rajin nge-tag semua anggota di grup supaya informasi tersampaikan.

Kelihatannya sepele sih.. tapi ternyata ada loh orang yang mau repot-repot kayak gitu.

Kenalkan gaes, ini temenku, namanya Muhammad Azhar Pratama. Antara gabut dan militan beda tipis ya bun. Tapi salut sih sama totalitasnya Azhar. Wajar banget dapet julukan Duta Data FIM 21. Segala informasi sesepele jumlah followers IG tiap Regional FIM aja dia tau.

Sebagai orang yang tidak relate dengan militansinya Azhar, aku jadi kepo kenapa dia bisa kayak gitu.

 

Latar Belakang Aktif di Berbagai Organisasi

“Simpel sih, kebutuhan dan hati yang sinkron untuk bergerak,” jawab cowok yang baru meraih penghargaan Kooreg of the Year 2020 ini.

Menurutnya, aktif di berbagai organisasi sebenarnya tidak seaktif apa yang dilihat orang. Mantan Koordinator Regional (Kooreg) FIM Tangerang ini punya batasan diri untuk aktif di mana. Hal itu terkadang muncul dari kebutuhan dan sikap diri sendiri yang sering kali tidak sanggup melihat orang lain kesulitan, atau mungkin ekspektasi terhadap diri sendiri. Wallahu a'lam. Entah kenapa banyak hal yang orang percayakan ke aku,” tuturnya.

 

Urgensi Berorganisasi

“Penting! Kita akan tau dan sedikit menganalisa kemampuan diri ini di mana, bahkan belajar memahami orang lain. Sikap empati akan tumbuh. Jadi di sini bukan hanya perihal skill dan experience,” ujar cowok kelahiran 20 Oktober 1996 tersebut.

 

Awal Mula…

“Panggilan hati, panggilan hati berasal dari keresahan diri, keresahan diri berasal dari muhasabah diri, muhasabah karena sadar aku orang yang gak bisa hanya berjalan di tempat,” terangnya.

Azhar mengaku, dulu, ia adalah tipe pendiam dan hanya punya sedikit kawan. Sampai pada akhirnya merasa ‘aku gak bisa gini terus’. Lalu datanglah kakak-kakak Rohis (Rohani Islam) menawarkannya untuk bergabung.

Di situlah pengalaman organisasi Azhar berawal. Ia mulai menyadari bahwa berorganisasi itu memang melelahkan. Namun goalnya adalah keberkahan. “Jadi punya banyak kawan dan teman cerita, jadi punya banyak ilmu baru, jadi tau dinamika sosial bermasyarakat, dll,” ungkapnya.

 

Kesulitannya dalam memulai berorganisasi adalah: Adaptasi.

Menurutnya, perlu pintar menganalisa kondisi lingkungan dan arah tujuan organisasi. Apakah goals organisasi relate dengan goals diri sendiri atau tidak, patut disinkronisasikan.

 

Menjadi Militan

Azhar mengaku tak selalu militan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keaktifannya dalam berorganisasi. Dua di antaranya: berada di tempat yang tepat dan tempat yang sebelumnya punya pengaruh signifikan.

Untuk menumbuhkan sikap militan dan totalitas, bisa dimulai dari melakukan hal yang bisa dilakukan. Belajar empati dari hal-hal kecil, insyaAllah bisa membuka jalan untuk bisa totalitas.

“Tapi, untuk menemukan tempat yang tepat, kamu harus bisa sedikit mengenali dan analisis diri sendiri apa yang dibutuhkan, apa yang bisa benar-benar kita cari valuenya, apa yang dari diri sendiri bisa lakukan untuk melayani orang lain (yang pastinya ada batasan tertentu ya), niat lillahi ta'ala, semuanya diracik dan dicampur jadi satu,” tutupnya.

 

Wah ternyata menjadi militan itu gak sesederhana apa yang terlihat di permukaan aja ya gaes. Ada perasaan nyaman yang harus dilibatkan, ada SoB (Sense of Belonging) dalam organisasi, ada lingkungan yang juga menjadi supporting system, dan masih banyak lagi.

Couldn’t agree more! Relate sama nasihat seniorku dulu: “Bibit yang baik harus bertemu dengan tanah yang baik, air yang cukup, dan suhu yang pas. Kalo engga, dia gak akan jadi apa-apa.”

 

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)

 

Followership, Urgensi Peran yang Terabaikan

 


Dewasa ini, peran Leadership terdengar lebih akrab di telinga, lebih digaungkan di mana-mana. Ya gak salah sih.. Tapi, menurut pak Anies Baswedan, seseorang bisa dikatakan Pemimpin karena punya Pengikut. Sekeren apapun jabatan seorang CEO atau manager, takkan lepas dari peran bawahannya. Pun dalam lingkup kepanitiaan atau organisasi. Tapi, peran Follower justru seringkali dikesampingkan.

“Kalau kita mengenal leadership sebagai skill set dalam memimpin, maka followership adalah skill set dalam mengikuti (sebagai pengikut). Sebut saja kepengikutan,” terang Desy Hafidhotul Ilmi alias Iil. Jadi, lanjutnya, menjadi pengikut dalam suatu organisasi itu tidak menggunakan asas ‘kan tinggal ikut aja’. Tapi ada skill tersendiri.

Ya kali ngikut doang. Iya-iya melulu gitu. Wkwkw,” – Iil, 2021.

 

Urgensi Followership

Proporsi pengikut dalam sebuah kelompok, selalu lebih banyak dibanding pemimpin. Jika dunia development organisasi selalu fokus pada peningkatan leadership, sebenarnya mungkin ada 10 kali lipat manusia yang menjadi follower, yang butuh dilatih skill kepengikutannya juga. Mereka juga punya peran penting dalam proses mencapai tujuan organisasi.

Btw pertama kali dengar kata followership sewaktu LMD (Latihan Mujtahid Dakwah) di Salman tahun 2016. Amazed banget karena sebelumnya selalu dicekokin pakai kata leadership. Dan pas cari tahu lebih lanjut, ternyata studi followership cukup berkembang, saya yang kudet,” terang alumni LMD angkatan 184 tersebut.

"He who can not be a good follower, cannot be a leader." - Aristoteles, yang disampaikan juga oleh Pak Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia.

 

Sebelum menjabat posisi strategis di organisasi maupun komunitas, Iil tentu mengawali pengalamannya menjadi anggota. Sebut saja Forum Indonesia Muda (FIM), Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), Maskam Undip, Gamais FKM Undip, UKM Peduli Sosial, Komunitas Teman Halal Semarang, dan sebagainya.

 

Menjadi Follower yang Baik

“Saya mungkin belum jadi pengikut yang baik ya, masih selalu belajar. Kalau dalam pemetaan oleh Robert E. Kelly, jenis follower paling pucuk namanya exemplary follower,” tutur mahasiswi Undip ini. Exemplary followers yang dimaksud, adalah mereka yang memiliki mindset kontribusi sangat positif, memikirkan apa yang bisa diberikan untuk keberlangsungan organisasi. Selain itu, mereka punya totalitas dalam kinerjanya. Sehingga, followers jenis ini adalah anugerah terindah yang dimiliki dalam sebuah kelompok. *koq kayak lagunya So7 yaa

“Lebih detail tentang menjadi follower yang efektif bisa dicari sendiri, bakalan lebih seru,” ujar perempuan 23 tahun tersebut.

 

Ada hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan jiwa followership yang baik. Di antaranya: memiliki inisiatif, kritis yang positif, menanyakan ke pemimpin harus jadi follower yang bagaimana, beri ide dan value, budayakan konfirmasi, dan jadilah responsif.

“Asli sih, budaya tidak konfirmasi itu suka mendzolimi orang lain. Tidak responsif juga sering terjadi, ya. hahaha, aku juga masih gitu sih. Jadi kadang buat berupaya jadi follower yang baik, aku harus refleksi, kalau aku jadi leader, aku tuh gak suka kalau followerku gimana ya? Oh ternyata follower yang begini begitu agak membebaniku, jadi aku berusaha ga jadi begitu wkwk,” ungkap Koordinator Regional FIM Semarang tahun 2020 tersebut.

 

Belajar menjadi follower yang baik, juga mampu membawa Iil menyabet banyak prestasi. Di antaranya Bronze Medal Thailand IPTEX 2019, Juara I MTQ Undip cabang Debat Bahasa Inggris 2019, Indonesian Delegates in The 2nd Walailak University Cultural Camp 2018, Top 5 Public Health National Campionship UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018, Muslimah Inspiring Undip 2017, dan masih banyak lagi.

 

Harapan

Leadership dan followership adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Dalam satu waktu, kita akan selalu menjadi leader dan follower sekaligus.

“Saya berharap ke depannya, followership lebih diperhatikan sebagaimana leadership. Dan tentu saja, saya juga berharap banyak orang yang aware untuk mengupayakan jadi exemplary follower, TERMASUK DIRI SAYA JUGA HAHA,” tutupnya.

 

 

Oleh:

Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)

Start Over

 


Assalamu’alaykum warohmatullah..

Lama ya kita tidak berjumpa. Aku tau kalian rindu~

Jadi blog ini udah ada sejak aku kelas 1 SMA, tahun 2011. Wow, it’s been a decade! Pembaca lama pasti tau betapa receh dan minim faedahnya tulisan-tulisanku di blog ini. Karena isinya cerita-cerita konyol, kocak, gesrek, akhlakless, serta kelakuan bobrokku  dan temen-temenku dari jaman SMA sampek kuliah dulu.

Oke lanjut.

Nah sekarang aku pengen rombak blog ini, aku make over lagi, aku perbaharui biar lebih berfaedah. Semua postingan lamaku aku take down, aku masukin ke draft. Hehehe


Sebagai mantan jurnalis, sesungguhnya aku kangen liputan lagi sama orang-orang keren. Daaaannnn…. Karena aku punya banyak temen-temen keren, kenapa gak mereka aja yang aku profilin? (Kalo saham kalian naik, tolong jangan lupakan aku ya gaes~)

So I think, blog ini nantinya bakal aku manfaatin buat bagiin insight dari mereka. Yang seringkali bikin aku wonder of how they start what they do, their achievements, or something they’ve been striving. Simply like how they start the day. Biar aku bisa memetik pelajaran. Karena pada dasarnya, ini cuma project personalku aja, tapi aku harap kebermanfaatannya bisa meluas. Tapi mohon maaf kalo tulisannya agak receh dikit.

 

Karena 2020 jadi tahun yang berat buat kita semua termasuk aku. Dengan adanya tulisan-tulisan blog ini, aku harap kita bisa dapet banyak inspirasi. Gpp koq mulai lagi, kamu gak sendiri. Gpp koq kalo masih jauh dari tujuan. Yang penting jangan nyerah aja..

Kayak lagunya Bandaneira:

“Yang patah tumbuh, yang hilang berganti

Yang hancur lebur, akan terobati

Yang sia-sia, akan jadi makna

Yang terus berulang, suatu saat henti

Yang pernah jatuh, kan berdiri lagi

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti..”

 

Aku bersyukur Allah menciptakan aku sepaket sama fitur Optimis yang udah default bawaan pabrik, jadi ga bisa diuninstall.

Namanya hidup pasti ada fase sulit. Tapi yang paling sulit menurutku adalah untuk bangkit dan memulai kembali. Tapi bukan berarti ga bisa. Aku suka bilang sesuatu itu “sulit” biar aku ketrigger buat “bisa”. Karena aku suka perasaanku ketika ngerasa tertantang. Ntah kenapa.. 

 

So just do the best and let the things fall into places.

Looking forward to share all of the inspiring stories with you..