Apa hal pertama yang muncul di pikiran kalian ketika denger kata “Teman Halal”?
Partner hidup? Biro Jodoh? Wedding Organizer? Kelas Pranikah? Kalo iya, berarti kita satu server.
Padahal mah Teman Halal (TH) di sini media informasi yang bener-bener membahas tentang halal-haram mulai dari makanan, kosmetik, dan segala sesuatu yang berkaitan tentang hidup. Ternyata tuh yang haram gak sebatas makan daging anjing atau babi. Bisa jadi makanan umum juga ada keharaman karena prosesnya. Aiissshhh…
Berawal dari keisengan bikin project buat seru-seruan, eh malah lanjut beneran sampek bisa sebesar sekarang.
Yuk, kita simak perjalanan awal Teman Halal ini sambil kenalan sama CEO-nya: Fitri Nurafifah yang masya’Allah bangeetttt..
Awal Mula..
Teman Halal bermula ketika Fitri mendapat amanah dari Halal Center Salman ITB yang pada saat itu ada agenda Olimpiade Halal bekerjasama dengan LPOM MUI. Karena segmentasinya untuk anak SMA, maka yang diamanahi adalah Karisma ITB, di mana ia ada dalam organisasi tersebut. “Karena Karisma ITB ranahnya anak-anak remaja rentang SMP-SMA,” tutur Fitri.
Ketum Karisma ITB saat itu adalah kang Isal. Sementara pada saat ada amanah tersebut, kepengurusan belum terbentuk. “Akhirnya dipilihlah yang udah deket gitu, geng anak-anak Kimia UPI yang ikut Karisma ITB. Ketuanya ada kang maulana Fikri, yang lainnya kita cewek-cewek anak UPI,” jelas alumnus UPI tersebut.
Saat itu, Fitri sendiri mengaku clueless tentang Olimpiade Halal. “Apaan olimpiade halal? Olimpiade tentang nikah-nikah gitu? Terus targetnya anak-anak SMA? Apakah anak-anak SMA udah dipropagandain buat nikah? Jadi bener2 awam bgt gatau sama yg namanya ‘halal’ tuh gimana,” ujarnya.
Berangkat dari situ, Fitri dan keempat temannya: kang Mafik, Anisa, Natia, dan Feni bertugas di bidang sekretariatan, membuat undangan ke sekolah-sekolah, hingga berkenalan dengan panitia lain di Halal Center Salman ITB. “Semua tuh senior, yang mahasiswa cuma kita berlima. Di sana banyak pakar halal dan baru tau ternyata Halal tuh kayak gitu,” kenangnya.
Ia mengingat informasi tentang titik kritis. Saat memasuki Halal Center Salman ITB, ia melihat ada bagan babi. Yang membuatnya kaget, seluruh bagian babi ternyata bisa dimanfaatkan, alias zerowaste karena berkualitas dan murah.
Di bagan itu tercantum berbagai produk yang lazim ditemui. Seperti keju, marshmellow, gelatin, jelly, yang mana nyaris tak terlihat letak ‘babi’nya. “Dan ternyata kecanggihan teknologi itu berbanding lurus dengan kerumitan proses halal. Karena kan semakin ribet ya prosesnya,” terang perempuan kelahiran 1996 tersebut.
Dan setelah amanah di olimpiade tersebut usai, Fitri dan teman-temannya mulai memikirkan, “Kita bisa bikin projek bareng nih, apa ya?”. Singkat cerita, mereka mulai menginisiasi sesuatu yang berkaitan dengan halal juga, tentu saja untuk men-deliver value yang mereka dapat ketika Olimpiade Halal. “Akhirnya, di September 2017 tercetus nama Teman Halal dan kita langsung bikin sosmednya. Awalnya waktu itu di Line sih,” kenang Fitri.
Suka Duka Teman Halal
Fitri mengaku lebih banyak speechless karena tidak membayangkan akan sampai di titik ini. Dulu, kata Fitri, awal memulai masih ngehalu banget. “Kayak ngehalu nanti pengen bikin ini ya, bikin itu, bisa kenal seluruh Indonesia, atau bisa kenal ini, bisa kenal itu. Bener-bener halu aja nyebutin. Gatau kalau akan terwujud dan bakal jadi fokus setelah kuliah,” ujarnya.
Karena menurutnya, prioritas ketika kuliah masih untuk senang-senang, belum tentu projectnya bisa longlasting. Seiring berjalannya waktu dan dengan pertolongan Allah, Allah menunjukkan banyak hal. Yang paling ia suka dari TH ini adalah menjadi jalannya menemukan makna dari kehidupan, salah satunya nilai-nilai tauhid. “Belajar tauhid kayak aquarium kotor, sebagus apapun ikannya, kalo aquariumnya kotor kita ga bisa liat. Harus dibersihkan dulu, digosok, baru diisi ikan, dihias, dll,” tutur Fitri.
Poin kunci kehidupan itu, lanjutnya, kalau kita dekat dengan Allah, bergantung ke Allah, kita sesuai fitrahnya, sebenarnya kehidupan tuh gak sulit. Kalau kita mau belajar, mau berusaha, dan terus minta tolong ke Allah, insya’Allah akan Allah tunjukkan terus jalan-Nya. Seperti di Quran surat al Ankabut ayat 69.
Baginya, tidak perlu terlalu memikirkan skala harus ini-itu. Tapi lebih banyak memaknai proses dan hikmah apa yang kita dapat di sepanjang perjalanan kita. Lebih banyak refleksi agar kita bisa maksimal di setiap project kebaikan selanjutnya.
Yang Membuat Teman Halal Berbeda dari Media Halal Lain
Adalah bagaimana TH menyampaikan konten dan brandingnya. Sebagian besar konten dari media halal lain menggunakan bahasa terlalu formal dan segmentasinya untuk ibu-ibu dan bapak-bapak, serta pembahasannya juga per kasus. “Misal titik kritis bakso, titik kritis kue kering, dll. Jadi biasanya kurang komperehnsif,” terang Fitri.
Sementara TH, menggali dulu akar permasalahan terkait halalnya: Why. Berawal dari keresahan, contoh dari anak muda, banyak yang menganggap ‘halal’ sebagai kata yang bikin baper. “Kayaknya kalo bahas tentang halal itu ke pernikahan deh. Sedikit bgt yang mikirnya tentang makanan. Makanya TH banyak yg awalnya ngira biro jodoh,” ujar Fitri. Namun justru itulah yang menarik anak muda untuk mencari tahu lebih dalam.
Lalu dari warna dan palet. Jika diperhatikan, media halal lain sebagian besar menggunakan warna hijau. Sementara TH berani tampil beda dengan warna maroon dan kuning. Alasannya, maroon menunjukkan keberanian. “Anak muda tuh harus berani bergerak untuk bisa menyuarakan dan merangkul untuk membangun Indonesia sebagai raksasa yang sedang tertidur. Kenapa gak merah cabe? Biar kita lebih elegan. Meskipun kita berani, kita beraninya secara elegan. Jangan terlalu barbar. Tetap perhatikan kaidah-kaidahnya,” paparnya.
Selain itu juga warna kuning, melambangkan bahwa keberaniaan harus dibalut dengan keceriaan. Dan ditambah dengan karakter aa’ dan teteh. Karena dulu masih jarang ada yang menggunakan karakter untuk branding.
Konsep TH yang ingin komprehensif, membahas suatu permasalahan per sektor dari awal sampai akhir. Misal konten terakhir tentang kosmetik, TH akan mulai dari kenapa harus pakai kosmetik halal, lalu apa yang dimaksud dengan kosmetik, sampek ditutup dengan brand-brand kosmetik. “Kalo itu udah selesai, kita biasanya ada check point dulu, nanti ditutup dengan halal challenge. Halal challenge ini untuk screening apakah konten kita bisa dipahami oleh audience,” jelas Fitri.
Dan tentunya yang paling ingin diangkat adalah ketauhidan dan keimanan itu sendiri. Karena sekarang sudah banyak yang mulai membahas halal. Meski ikut senang, Fitri mengaku banyak juga yang membahas halal itu hanya dari sisi bisnis saja. Bukan dari konsep tauhid yang sebenarnya, bagaimana halal-haram ini. “Tidak dari whynya tapi langsung dari what dan hownya. Bagaimana halal ini bisa jadi peluang yang sangat menarik dan prestige,” sesalnya.
Itulah sebabnya TH saat ini rutin mengadakan kajian online setiap jumat malam. “Makanya kontennya bukan hanya halal secara langsung. Tapi juga membawa nilai-nilai dari value Islam yang bisa kita terapkan langsung ke kehidupan sehari-hari yang sangat berkaitan dengan halal lifestyle,” pungkas Fitri.
Seru ya bahas halal-haram. Kenapa ada shampoo halal, gamis halal, dan produk halal lainnya, kelihatan sepele. Tapi ternyata memang banyak yang hanya membahas dari sisi bisnis karena segmentasinya penduduk Muslim. Memang baiknya dari kesadaran diri sendiri sih tentang pentingnya menggunakan produk halal, dan kenapa harus.
Oleh:
Riris Septi Arimbi (@ririsarimbi)